Aisyah r.a salah seorang istri nabi pernah ditanya tentang akhlak suaminya,
ia menjawab : akhlak nabi adalah Alquran. Siapapun orangnya dan apapun
statusnya ia akan menemukan pada diri rasulullah figur ideal dan sempurna yang
layak menjadi teladan. Beliau suami yang lembut pada istri2nya, ayah yang penuh
kasih sayang untuk anak2nya, pedagang yang jujur dalam berbisnis, pemimipin
yang adil dan tawaduk terhadap rakyatnya, pendidik yang sangat bijaksana serta
penuh perhatian yang besar terhadap para didikanya. Tak ada kata yang tepat
untuk melukiskan pribadi Nabi selain seorang manusia yang memiliki akhlak agung
nan mulia, hingga Allah Swt memujinya. Ia berfirman: “dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(QS
68:4). Jadi, jika kita ingin menyaksikan realita dari apa yang ada dalam
Alquran,maka lihatlah akhlak rasulullah , beliau seakan Alquran yang hidup dan
yang berjalan dimuka bumi.
Saat ini kita telah kehilangan figur yang bisa dijadikan teladan, bahkan
sangat ironis sekali, jika sebagian besar dari kita lebih paham dan mengerti
pribadi tokoh2 komik serta selebritas dibandingkan mengenal pribadi Nabi kita
Muhammad Saw. Saatnya kita menyelami pribadi Nabi kita untuk mengambil
mutiara-mutiara mulia dari dasarnya.
Paling bertakwa dan takut
kepada Allah
Meskipun Allah telah
menghapuskan semua dosa nabi yang lalu dan yang akan datang, dan menjaminnya
masuk syurga namun tidak lantas membuatnya bersantai dalam hidup karena jaminan
itu dan berbuat apa yang ia sukai. Bahkan sebaliknya, rasa takut beliau amatlah
besar dan ketakwaan beliau amatlah tinggi. Bagaimana dengan kita? Bahkan shalat
lima waktu saja masih malas-malasan. Nabi juga menyampaikan bahwa beliau adalah
orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah, tetapi beliau juga menikah,
tidur dan makan di siang hari. Itulah sosok mansia yang mengeti akan rasa
syukur, sangat takut akan siksa Allah dan bertakwa kepadaNya namun bersikap
seperti manusia pada umumnya.
Hanya tawakkal kepada
Allah
Suatu ketika, sekembali dari medan perang, nabi
beristirahat seorang diri dibawah sebuah pohon, pedangnya diletakkan diatas
salah satu tangkainya. Saat beliau tertidur pulas seorang musuh datang
menghampirinya, lalu nabi terbangun dan ternyata orang itu sudah berdiri
didepannya dengan menusukan pedang kearah beliau sambil berkata, “siapakah yang mampu menghalangimu dari
hunusan pedang ini?,” beliau menjawab “Allah”. Orang ini menggertak sekali
lagi, beliau tetap menjwab dengan penuh keyakinan “Allah”. Akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk
mencelakai nabi dan memasukan pedang kembali ke sarungnya dan menunduk
kehadapan beliau. Nabi tidak sedikitpun membalasnya.
Tidak pernah mencela
Anas bin Malik r.a berkata,
“ketika rasulullah tiba di madinah, Abu
Thalah mengajakku menemuinya, ia berkata “wahai rasulullah Anas ini anak yang
cerdas, jadikanlah ia sebagai pembantumu.” Anas r.a berkata, “Aku lalu menjadi
pembantu nabi, baik dalam perjalanan atau bukan, beliau tidak pernah berkata
kepadaku jika aku mengerjakan sesuatu, “hai Anas, mengapa kau kerjakan ini?”
juga tidak pernah berkata jika aku tidak mengerjakannya, “hai Anas mengapa kau
tidak kerjakan ini?” (HR. Muslim).
No comments:
Post a Comment