Kita yang Perlu Taat

Posted by tabah on


“... Oleh karena itu, barangsiapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-petunjukNya yang diberikan padamu, agar kamu bersyukur.”(QS. Al Baqarah 2, 185).

Kita yang membutuhkan
                Sebagaimana kita pahami bersama bahwa ibadah bukan merupakan hajat Allah Swt kepada kita. Namun sebaliknya bahwa ibadah adalah kebutuhan mekhluk kepada RabbNya. Pada dasarnya setiap hati insan sepanjang kehidupannya merasakan kebutuhan kepada Allah Swt, itu adalah perasaan yang timbul sejak awal kehidupannya yang hakiki, dan yang tidak dapat dikelabuhinya. Lihatlah bagaimana orang-orang dari negeri Barat yang mengembara dari agama satu ke agama lain, meloncat dari keyakinan satu ke yang lain. Semua itu menggambarkan fakta bahwa manusia memang menghajatkan untuk berbakti pada RabbNya.
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Hati sesungguhnya secara dzatiyyah senantiasa membutuhkan Allah paling tidak dalam dua hal. Pertama, hati membutuhkan ibadah kepada Allah Swt. Kedua, hati memerlukan dukungan dan pertolongan Allah Swt.
                Hati tidak akan baik dan tidak merasa beruntung, tidak merasakan nikmat dan tentram, tidak merasakn kelezatan dan keharuman, serta tidak dapat diam dan tenang kecuali dengan melaksanakan ibadah RabbNya, mencintaiNya, serta kembali kepadaNya, andai kebutuhan itu dapat terpenuhi dengan hal-hal lain yang dapat dirasakan kelezatannya oleh hati. Namun tidak, hati tidak akan dapat merasakan ketenangan dan kedamaian karena dihatinya tetap ada dorongan kebutuhan dzatiyyah kepada RabbNya. Dia adalah sesembahan, kecintaan, dan yang dicarinya. Jika semua itu dapat dicapainya, maka hait menjadi tenang dan damai karena telah meraih kesenangan, kebahagiaan, kenikmatan, ketentraman.
                Namun hal itupun tidak dapat digapai oleh hati, kecuali atas pertolongan Allah Swt. Oleh sebab hati memang tidak mampu mencapainya tanpa bantuan Allah Swt.
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan kami memohon pertolongan (QS. Al Fatiha 1, 5)

                Kalaupun apa yang diimpikan diri dapat dicapai dengan gemilang, tetapi ia tidak dapat mencapai ubudiyyah kepada Allah, maka kebahagiaan semua itu diwarna dengan rasa sakit, penyesalan, dan siksaan diri. Tidak habis2nya ia merasakan rasa sakit dan kehidupan yang merana, kecuali setelah menjadikan Allah Swt sebagai yang dicintainya dan akhir dari tujuan dan kehendaknya. Demikian keterangan lebar Ibnu Taimiyyah.

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment